Seminar Aerasi Bioflok Bersama Kabupaten Banjar, Pembudidaya: Jadi Ingin Mempelajari Lebih Dalam

(BANJAR – Oktober, 2021) Pada tanggal 19 Oktober 2021, AgResults Indonesia Aquaculture Challenge Project telah melakukan seminar yang dihadiri oleh pembudidaya skala kecil di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Seminar bertajuk “Optimalisasi Teknologi Bioflok dengan Pengaturan Aerasi yanga Tepat Pada Budidaya Ikan Air Tawar” tersebut membahas teknologi budidaya beserta aplikasinya, dan pentingnya manajemen budidaya pada metode bioflok. Acara terpusat pada dua kecamatan di Banjar, yakni Martapura dan Martapura Barat. Seminar dimoderatori oleh ahli budidaya Coco Kokarkin dan menghadiri dua ahli teknologi budidaya, yakni Adi Sucipto dan Khairul Anwar.

Seminar disiarkan secara daring di kanal media sosial Yayasan WWF Indonesia dan menyerap 152 peserta daring dengan latar belakang pembudidaya, pemerintah, dan ahli budidaya. Seluruh pembudidaya skala kecil Banjar yang menghadiri seminar merupakan kelompok binaan penyuluh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan berjumlah 60 orang. Acara ini menjadi kesempatan bagi AgResults berbagi informasi tentang teknologi akuakultur dan pentingnya kompetisi berhadiah untuk mendorong adopsi teknologi budidaya.

Teknologi dengan Segudang Potensi untuk Budidaya Skala Kecil

Kolam patin yang dimiliki pembudidaya kecil di Kabupaten Banjar. © Yayasan WWF Indonesia / Salsabila Ghina

Mayoritas kolam budidaya yang berada di Kabupaten Banjar adalah kolam tradisional dengan luas sekitar 300 m2. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Selatan, produksi budidaya ikan target kompetisi yang terdiri dari mas, nila, lele, dan patin sebesar 48.603 ton di tahun 2020. Angka yang terbilang fantastis, tetapi pemerintah menyadari bahwa masih banyak potensi dari perikanan budidaya Kabupaten Banjar yang bisa dimanfaatkan. Para pembudidaya sebagai motor ekonomi perikanan utama di kabupaten perlu membekali diri dengan ilmu budidaya, terutama tentang pengetahuan sistem budidaya yang tepat untuk menghasilkan produksi maksimal dan adopsi teknologi yang menunjang. Salah satunya adalah metode bioflok yang sedang ramai di ranah perikanan budidaya beserta teknologi aerasi yang menunjang.

Seminar dibuka dengan pemaparan dari Khairul Anwar, perwakilan dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Mandiangin. Beliau menjelaskan bahwa metode bioflok adalah alternatif yang baik untuk budidaya skala kecil. Hal ini dikarenakan bioflok tidak membutuhkan lahan, akses air, dan intensifikasi yang besar. Jika diaplikasikan dengan benar, metode bioflok dapat meningkatkan produksi hingga enam kali lebih besar daripada metode budidaya tradisional. Bioflok juga dapat mempersingkat siklus budidaya, sehingga panen bisa mencapai tiga kali dalam setahun.

Pembudidaya perlu disiplin untuk memanajemen molase dan kolam. Dibutuhkan komposisi yang presisi dan benar untuk membentuk flok sebelum menebar ikan. Pembudidaya juga perlu mengawasi rasio karbon/nitrogen (C/N), melindungi kolam dari hujan untuk menjaga keasaman air, membersihkan flok yang tidak dapat dikonsumsi ikan, serta menjaga pemerataan persebaran flok.

Adi Sucipto dari BBPBAT Sukabumi menambahkan bahwa pembudidaya perlu memanajemen bujetnya dengan baik sebelum menggunakan aerator, yakni tulang punggung dari metode bioflok. Teknologi ini penting dalam metode bioflok untuk memproduksi oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme dalam flok agar dapat berkembang. Semakin kecil ukuran gelembung, semakin besar keterlarutannya. Namun, gelembung berukuran kecil dan mikro hanya dapat diproduksi oleh difuser aerator yang harganya terbilang mahal bagi pembudidaya skala kecil. Biaya listrik juga dapat menjadi tantangan jika terjadi pemborosan penggunaan aerator, sehingga pembudidaya perlu cermat dalam pengaplikasiannya. Selain itu, pembudidaya juga perlu melihat peluang pasar dengan baik untuk keuntungan yang maksimal.

“Harus ada segmentasi usaha yang tepat untuk menghindari over supply,” tukas Adi Sucipto

Merasa Tertantang, Pembudidaya Ingin Mempelajari Lebih Dalam Lagi

Antusiasme peserta tergambar melalui pertanyaan yang disampaikan kepada pemateri. Pertanyaan yang diajukan cukup mendalam seperti bagaimana teknis aerasi dan pengaturan aerator untuk kolam bioflok, manajemen flok dan molase, perbedaan metode aerasi (airlift dan gelembung mikro) hingga terkait dengan tingkat kebutuhan oksigen berdasarkan total biomassa ikan.

Pembudidaya ikan air tawar skala kecil Kabupaten Banjar juga mengaku tergugah untuk mempelajari bioflok lebih jauh. Ada pun tindak lanjut dari pembekalan tersebut adalah inisiatif pembudidaya skala kecil yang mengajukan pembelajaran lanjutan terkait bioflok lewat penyuluh.

Fachriansyah, penyuluh Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar mengatakan bahwa kelompok binaannya sudah mengundang untuk menjadwalkan pembinaan lebih lanjut. “Pembudidaya kami mengajak belajar lebih dalam lagi secara langsung di BBPBAT Mandiangin, nanti akan kita tindaklanjuti,” ungkapnya.

Melalui seminar ini, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pembudidaya mengenai pendekatan teknologi beserta metode untuk meningkatkan produksi budidaya. Seminar ini adalah bagian dari rangkaian kompetisi AgResults Indonesia Aquaculture Challenge Project yang bertujuan untuk meningkatkan adopsi teknologi aerator dan auto-feeder di kalangan pembudidaya skala kecil.  Harapannya, potensi perikanan lele, nila, mas, dan patin di Kabupaten Banjar dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian kompetisi AgResults Indonesia Aquaculture Challenge Project yang bertujuan untuk meningkatkan adopsi aerator (dan auto-feeder) di kalangan pembudidaya skala kecil—khususnya di Kabupaten Banjar—untuk mendorong produksi mas, nila, lele, dan patin mereka. Melalui seminar ini, AgResults berharap agar pembudidaya dapat memahami teknologi budidaya beserta pengaplikasiannya lebih baik lagi untuk meningkatkan produktivitasnya.

AgResults Indonesia Aquaculture Challenge Project adalah proyek usungan AgResults, sebuah inisiatif kolaborasi senilai 152 juta USD antara Pemerintah Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada, Bank Dunia, dan Bill and Melinda Gates Foundation yang menggunakan model kompetisi berhadiah dengan memberi insentif bagi para sektor swasta yang berpartisipasi guna menghadapi hambatan pasar dan memberikan dampak yang berkepanjangan. Melalui model ‘Pay-For-Results’ (insentif berdasarkan hasil), kompetisi ini mendorong pelaku bisnis untuk mencapai hasil dan standar kualitas yang diharapkan.